https://www.histats.com/viewstats/?act=1&operation=1002&u=1993123xc1bd05b8b

Minggu, 22 Januari 2023

Fenomena Tiko yang Membuat Saya Menjadi Lebih Bersyukur

 

Source: tribungayo.com

Saya tidak kenal siapa Tiko, namun semua pemberitaan tentang dirinya membuat diri ini menjadi jauh lebih bersyukur. Di saat banyak anak yang mengeluh kepada orang tuanya bahkan sampai ada yang membunuh keluarganya sendiri, Tiko seorang pemuda mengajarkan kita semua tentang arti pengorbanan dan pengabdian kepada orang yang telah melahirkannya.

Pertama kali saya mengetahui tentang Tiko yaitu ketika sedang asyik menonton video penelusuran horor sebuah channel di YouTube. Tidak berapa lama setelah itu, muncul rekomendasi video dari channel yang tidak saya ikuti. Konten tersebut adalah tentang penelusuran di sebuah rumah yang sudah tidak terawat alias terbengkalai.

Berbeda dari konten penulusuran rumah kosong yang sering saya tonton, untuk kali ini rumah yang ditelusuri justru masih ada penghuni yang tinggal di dalam rumah “mengerikan” itu. Usut punya usut, terdapat dua orang yang tinggal di rumah, yang lebih terlihat seperti wahana horor dari tampilannya, mereka adalah ibu Eny dan anaknya yang bernama Tiko.

Dari situ, konten kreator yang membuat konten penelusuran di rumah tersebut merasa tergerak hatinya untuk mengulik lebih dalam kehidupan Tiko dan ibunya yang diketahui mengalami gangguan dalam kejiwaannya. Tiko bercerita bahwa setelah ditinggal oleh ayahnya sepuluh tahun lebih yang lalu, mental ibu Eny menjadi terganggu hingga ia tidak mau bersosialisasi dengan orang lain di luar.

Ibu Eny menghabiskan hidupnya tinggal di dalam rumah mewah yang lebih dari satu dekade tidak terawat seperti rumah kosong yang tidak ada penghuninya. Semenjak ibunya sakit, Tiko rela putus dari sekolahnya ketika ia masih duduk di bangku kelas 5 SD. Meskipun begitu, Tiko diketahui mengejar paket untuk meneruskan pendidikannya.

Sepuluh tahun yang lalu, Tiko dan ibu Eny serta ayahnya hidup bahagia dengan materi yang sangat cukup terlebih dari rumah mereka yang terlihat sangat mewah. Namun kebahagiaan itu sirna setelah sang ayah memilih untuk pergi karena perceraian. Sebuah derita dari anak lelaki yang tidak tahu apa-apa.

Selama sepuluh tahun lebih itu juga, Tiko tidak pernah meninggalkan ibunya yang mengalami gangguan kejiwaan. Pemuda itu tidak pernah meninggalkan ibunya sendirian. Pemuda itu tidak pernah membiarkan ibunya kesepian—dengan keadaan rumah yang dapat dikatakan sudah tidak layak huni. Tidak ada listrik dan tidak ada air bersih selama lebih dari sepuluh tahun. Sebuah kehidupan yang tidak akan pernah dibayangkan oleh pemuda lainnya di dunia ini.

Video pertama dari channel tersebut membuat saya langsung mengikuti sang konten kreator hingga tidak pernah absen melihat kelanjutan kontennya yang membahas mengenai Tiko hingga ia dan kawan konten kreator lainnya berhasil membantu kehidupan Tiko dan ibunya.

Dengan perjuangan para konten kreator, masyarakat, dan semua orang yang peduli dengan Tiko dan ibu Eny, akhirnya ibu Eny berhasil dibawa ke RSJ untuk dilakukan penanganan dan perawatan. Adegan ketika Tiko tidak rela meninggalkan ibunya membuat saya sakit hati dan tidak terasa air mata ini mengalir dengan sendirinya. Melihat betapa seorang anak lelaki yang tidak ingin berada jauh dengan ibu yang sangat dicintainya.

Tangis saya semakin pecah di kala ibu Eny memanggil-manggil Tiko anaknya. “Tiko… Tiko… mana anakku?” dengan teriakan seorang ibu yang sama halnya tidak ingin kehilangan anaknya.

Saya dan semua orang yang melihat ibu Eny keluar dari rumah mewah namun terbengkalai tersebut nampaknya akan terkejut melihat keadaan tubuh ibu Eny yang sangat sehat dan bugar. Itu semua tidak akan pernah terjadi jika tidak ada pemuda bernama Tiko yang senantiasa merawat ibunya dalam kondisi apa pun.

Ibu-ibu di dunia ini sepertinya akan sangat iri kepada ibu Eny karena memiliki anak lelaki yang sangat tulus merawatnya dengan kondisi paling buruk di tempat yang sama sekali tidak layak huni.

Tiko yang seumuran dengan saya sukses membuat saya lemah karena kisahnya yang begitu pilu namun sangat menginspirasi. Kisah Tiko sejatinya dapat membuat saya menjadi lebih bersyukur dalam menjalani hidup. Bersyukur masih bisa tinggal di tempat yang layak, hidup dengan keluarga yang lengkap, dan menempuh pendidikan yang tinggi.

Sekali lagi, terima kasih Tiko. Semua pengorbanan dan perjuangan kamu perlahan-lahan mulai terbalas dengan segala hal baik yang kini kamu terima satu per satu.

Senin, 14 Februari 2022

4 Hal yang Bisa Kita Petik saat Naik Bus Ekonomi

 

Sumber gambar : Unsplash

Bus sudah menjadi kendaraan wajib bagi para pelancong atau perantau yang tidak menggunakan kendaraan pribadi. Perjalanan menggunakan bus akan selalu menyenangkan sembari melihat pemandangan indah dari balik jendela bus. Mulai dari hiruk-pikuk masyarakat, areal persawahan sepanjang jalan tol, maupun pemandangan baru di kota tujuan. Dengan ongkos yang cukup terjangkau, kita bisa pergi ke tempat baru dengan mudah.

Di dalam dunia perbus-an, tentunya ada banyak tipe bus. Ada bus ekonomi, bisnis, eksekutif, sampai bus super eksekutif. Tentunya harganya pun berbeda-beda sesuai dengan tipenya. Bus ekonomi juga sebenarnya ada tipenya, ada yang dilengkapi dengan AC adapula bus ekonomi dengan angin sepoy-sepoy alias angin dari jendela (tidak ber-AC). Saya sendiri biasanya selalu naik bus ekonomi yang ber-AC karena lumayan nyaman dan jarang ada pengamen. Namun kalau lagi mau hemat atau buru-buru, biasanya saya pakai yang ekonomi non-AC.

Tapi pernah nggak sih kita memperhatikan dengan khidmat mengenai kehidupan yang ada di dalam bus ekonomi? Maksudnya kita peka terhadap keadaan sekitar, entah itu si penumpang, kondektur, supir, pengamen, sampai penjual makanan asongan. Pernah nggak sih kita belajar dari hal tersebut untuk sekadar mengucap syukur?

Mungkin setidaknya saya sedikit bisa belajar dari pengalaman saya ketika bepergian menggunakan bus ekonomi. Saya di sini ingin berbagi apa yang saya rasakan agar kita bisa sama-sama belajar dalam menghargai hidup dari hal sekecil apa pun.

1. Belajar tabah dari penjual makanan asongan

Saya kalau akan berangkat merantau ke kota untuk berkuliah, biasanya langsung menuju terminal kota. Ketika sudah sampai, saya pun langsung menaiki bus yang sudah siap berangkat. Seperti biasa, sebelum bus berangkat selalu saja ada penjual makanan ringan atau sekadar gorengan untuk mengganjal perut si penumpang.

Kebanyakan dari mereka sudah lanjut usia, bahkan ada juga dari mereka beberapa yang perempuan. Mereka menawarkan dagangannya dengan semangat dan tidak lelah menawarkan dari bangku pertama hingga terakhir. Jika dagangannya cukup laku, biasanya si penjual ini akan memberi reward pada sang sopir sebagai ucapan terima kasihnya karena telah mengizinkannya berjualan.

Namun jika tidak laku, mereka akan berpindah ke bus lain. Dan sesekali saya selalu melihat raut wajah mereka yang cukup kecewa ketika tidak ada yang membeli, namun mereka tetap tabah dan melanjutkan perjuangannya. Anak dan istri sedang menanti di rumah, dagangan mereka harus habis. Debu jalanan tidak menghentikan semangat mereka.

2. Belajar menikmati dan menghargai seni dari sang pengamen

Pengamen di dalam bus mungkin sudah tidak asing lagi. Mulai dari bapak-bapak, dewasa, remaja, sampai anak kecil yang dengan riangnya membawakan lagu. Ada yang beregu, duet, sampai solo alias sendiri. Ada yang bermodalkan gitar, ukulele, atau hanya sekadar tepukan tangan.

Mungkin tidak semua pengamen lihai dalam bernyanyi dan bermain musik, namun setidaknya mereka jauh lebih baik daripada orang yang tukang minta-minta di jalanan. Hanya dengan uang recehan saja mereka bisa senang, apalagi kalau ribuan mereka akan jauh lebih merasa dihormati.

Saya pun sering menikmati lagu-lagu yang dibawakan para pengamen, apalagi kini sudah menjamur para pemuda pengamen bus yang kualitasnya tidak bisa dianggap sebelah mata. Kalau ada pengamen yang menyanyikan lagu Iwan Fals, auto saya kasih bonus berlebih deh buat mereka. Tapi apa pun lagunya, sebisa mungkin kita apresiasi usaha mereka dengan mengasih rezeki berlebih. Kalau pun tidak, berusaha bersikap sopan lah pada mereka, jangan asyik bermain handphone sambil mata terpaku pada layar. Sebab pengamen juga manusia.

3. Memperhatikan penumpang lain

Ketika sedang berada di dalam bus, biasanya saya selalu memperhatikan para penumpang lainnya, siapa tahu ada yang kenal kan. Mulai dari penumpang yang baru pulang kampung dengan membawa kardus andalan, penumpang yang baru pulang kerja dengan muka lusuhnya, penumpang yang hendak pulang setelah menuntut ilmu, sampai penumpang yang membawa buah hati dan kekasih sehidup sematinya.

Pernah seketika saya mendapati kejadian yang cukup menyentuh ketika seorang ibu dan anak yang tidak mempunyai ongkos. Sebelumnya dia diturunkan oleh bus yang lain karena hal serupa. Dan kini ia terancam diusir kembali sebelum salah seorang membelanya. Saya dan mungkin sebagian yang lain mungkin menganggap penumpang ini hanyalah tukang penipu yang ingin gratisan dengan tampilan ala kadarnya. Namun apa pun itu semua, setidaknya kita harus peka terhadap keadaan sekitar.

Dia mungkin berlaku seperti itu karena menjalani hidup yang keras penuh beban. Tidak ada yang mengasihaninya untuk sekedar berlindung pada orang lain. Terkadang kita mungkin selalu dipenuhi dengan prasangka buruk karena hanya menganggap diri kita ini lebih baik.

4. Mendengarkan percakapan antara sang sopir dengan keluarga di rumah

Mungkin tidak semua penumpang bisa melakukan ini semua. Hanya penumpang yang berada di bangku depan-depan saja yang bisa mendengarkan celotehan si supir dengan kondekturnya atau dengan orang terkasih melalui hape bututnya. Eh tapi sekarang para supir bus hapenya udah pada canggih sih, saya aja kalah.

Meskipun menelepon sambil mengemudi adalah hal yang salah, tapi setidaknya saya bisa sesekali mendengar percakapan sang sopir dengan keluarganya. Beberapa waktu yang lalu sebelum pandemi ini menyerang, saya pernah mendengarkan percakapan antara sang sopir dengan anak dan istrinya di rumah.

Kebetulan saat itu saya duduk di bangku paling depan belakang sopir. Di situ doi terlihat amat senang ditelepon oleh istrinya, dan anaknya pun menyahut. Sang anak meminta pada sang ayah dibelikan sepeda karena teman-temannya memiliki sepeda. Si sopir pun mengiyakan permintaan anaknya tersebut, kata doi nanti kalau sudah ada uangnya pasti dibelikan. Doi pun mengganti topik dengan menanyakan anaknya sudah makan atau belum.

Sederhana namun sangat menyentuh. Entah hanya saya saja yang mendengarkan atau penumpang di sebelah saya pun mendengarkan juga. Di situ saya bisa belajar mengenai arti hidup yang lebih luas. Rasa syukur itu harus selalu kita panjatkan setiap saat. Apa pun yang terjadi.

Belajar mengenai arti hidup itu tidak mesti harus melalui kehidupan diri sendiri, belajar hidup itu bisa dari mana saja, termasuk belajar arti hidup dari kehidupan orang lain—sekali pun itu melalui bus ekonomi. Terkadang lingkungan sekitar kita yang sering kita abaikan mampu memberikan pelajaran yang amat berharga.

Minggu, 19 Desember 2021

6 Penjaga Gawang yang Layak Dapat Ballon d’Or Setidaknya Sekali dalam Karir Sepak Bolanya

Peraih Ballon d’Or edisi tahun 2021 sudah diumumkan siapa peraihnya. Tahun ini Lionel Messi berhasil meraih penghargaan prestisius tersebut untuk yang ketujuh kalinya unggul dua tropi dari pesaing terdekatnya Cristiano Ronaldo yang sudah memenangkan 5 tropi Ballon d’Or. Meskipun pada akhirnya banyak pro dan kontra (kebanyakan kontra sih) mengenai Ballon d’Or tahun ini karena banyak pihak yang menganggap bahawa Robert Lewandowski jauh lebih layak menerima penghargaan Ballon d’Or edisi tahun ini.

Seperti yang kita ketahui peraih Ballon d’Or dari tahun ke tahunnya rata-rata merupakan seorang penyerang atau beberapa kali pemain tengah. Pemain belakang sangat jarang mendapatkan penghargaan Ballon d‘Or. Apalagi seorang kiper meskipun beberapa kali nyaris mendapatkannya. FYI untuk kalian yang belum tahu, satu-satunya kiper yang pernah meraih penghargaan Ballon d’Or adalah Lev Yashin seorang kiper asal Uni Soviet atau sekarang kita mengenalnya dengan negara Rusia.

Penghargaan yang diterima Lev Yashin tersebut didapat pada tahun 1963 silam. Doi pun dikenal sebagai salah satu kiper terbaik sepanjang masa dan pernah mendapatkan penghargaan sebagai kiper terbaik FIFA abad ke-20. Ballon d’Or yang diraih mantan pemain Dynamo Moscow ini tentunya tidak lepas dari prestasinya selama menjadi penjaga gawang. Doi sudah bermain sebanyak 812 kali, melakukan 150 kali penyelamatan penalty, dan meraih 270 clean sheet.

Setelah Lev Yashin, sampai saat ini belum ada lagi penjaga gawang yang berhasil meraih penghargaan Ballon d’Or. Tapi menurut saya ada beberapa kiper baik yang telah pensiun atau pun yang masih bermain yang layak mendapatkan penghargaan Ballon d’Or setidaknya satu kali sepanjang karir sepak bolanya.

#1 Manuel Neuer

Penjaga gawang pertama yang layak mendapatkan penghargaan Ballon d’Or dalam karir sepak bolanya adalah Manuel Neuer. Neuer yang kini sudah berusia 35 tahun sudah sejak lama menjadi andalan di klubnya Bayern München dan negaranya Jerman. Mantan kiper Schalke 04 ini sudah memenangkan berbagai tropi. Mulai dari tropi Liga Champions, Bundesliga, UEFA Super Cup, FIFA Club World Cup, sampai tropi Piala Dunia.

Sebenarnya Manuel Neuer selalu masuk dalam nominasi peraih Ballon d’Or yaitu tepatnya dalam rentang tahun 2013 hingga 2016 namun masih kalah oleh para pesaingnya. Peringkat terbaik Neuer yaitu pada posisi ketiga saat pagelaran Ballon d’Or tahun 2014 di bawah Cristiano Ronaldo sebagai pemenang dan Lionel Messi di peringkat kedua.

#2 Gianluigi Buffon

Gianluigi Buffon atau akrab dengan sebutan Gigi Buffon mungkin sudah tidak asing lagi di telinga para pecinta sepak bola. Kiper berusia 43 tahun ini masih aktif menjadi pemain sepak bola dengan bergabung bersama mantan klubnya semasa remaja Parma. Meskipun cukup banyak kontroversi yang dibuatnya namun sebanding dengan prestasinya di lapangan.

Gigi Buffon sudah memenangkan banyak tropi bergengsi seperti Serie A sebanyak 10 edisi, Coppa Italia, Ligue 1, sampai Piala Dunia. Hanya ada satu tropi bersama klub yang belum diraih blio yaitu tropi Liga Champions. Meskipun sudah tiga kali mencicipi final Liga Champions bersama Juventus namun dewi fortuna belum memihaknya. Tapi dengan prestasinya yang begitu banyak Gigi Buffon setidaknya layak mendapatkan tropi Ballon d’Or meskipun saat ini sudah sangat tidak mungkin.

#3 Iker Casillas

Selanjutnya ada nama Iker Casillas kiper legendaris timnas Spanyol dan Real Madrid. Bersama timnas Spanyol doi sudah memenangkan gelar Piala Dunia (2010) dan dua Piala Euro pada tahun 2008 dan 2012. Kalau tropi untuk klub tidak perlu ditanya lagi mulai dari tropi La Liga sampai Liga Champions sudah pernah dicicipinya. Meskipun penampilan dan prestasinya gemilang, namun doi belum mampu menyabet penghargaan Ballon d’Or. Pada 2008 lalu Casillas duduk di peringkat keempat dalam perebutan Ballon d’Or. Kini Casillas pun sudah gantung sepatu.

#4 Oliver Kahn

Oliver Kahn merupakan kiper asal Jerman yang dikenal jenius dan ‘gila’. Semua lawan akan takut jika sudah berhadapan dengan Oliver Kahn karena mental membaranya di lapangan. Tak heran ia dipercaya mengemban ban kapten di lengannya. Sudah banyak prestasi yang ia raih bersama timnas Jerman dan timnya Bayern München meskipun belum bisa membawa pulang tropi Ballon d’Or. Oliver Kahn hanya mampu menempati urutan ketiga saat perebutan Ballon d’Or edisi tahun 2001 dan 2002. Sama dengan Casillas, kini ia sudah gantung sepatu dan menjabat sebagai CEO Bayern München.

#5 Gianluigi Donnaruma

Salah satu kiper yang masih mempunyai peluang besar untuk meraih Ballon d’Or ialah Gianluigi Donnarumma juniornya Gigi Buffon di timnas Italia. Mantan kiper utama AC Milan ini kini masih berusia 22 tahun alias satu angkatan kelahiran dengan saya. Di usianya yang masih muda, doi sudah memenangkan tropi Piala Eropa tahun 2020 lalu dan menjadi pemain terbaik di ajang tersebut. Doi juga menyabet gelar kiper terbaik di tahun ini mengalahkan Edouard Mendy kiper andalan Chelsea. Meskipun kini selalu menjadi pelapis Keylor Navas di PSG, namun masih banyak kesempatan untuk doi menunjukkan kemampuannya dan meraih Ballon d’Or di edisi-edisi selanjutnya.

#6 Allison Becker

Kiper andalan Liverpool ini mungkin adalah kiper selanjutnya setelah Donnarumma yang masih berkesempatan untuk bersaing meraih penghargaan Ballon d’Or beberapa tahun ke depan mengingat usianya yang belum terlalu tua untuk ukuran pemain sepak bola yaitu 29 tahun. Bersama Liverpool, doi sudah memenangkan tropi Premier League , FIFA Club World Cup, dan UEFA Champions League. Sementara bersama negaranya Brazil, doi sudah menyumbangkan tropi Copa América pada 2019 lalu.

Beberapa kiper yang sebenarnya layak mendapatkan Ballon d’Or sudah uzur dan gantung sepatu sehingga kesempatannya sudah hilang. Meskipun kans untuk penjaga gawang meraih penghargaan Ballon d’Or kecil, namun melihat kemampuan dan prestasi kiper-kiper muda di era sekarang ini tidak menutup kemungkinan bahwa mereka dapat meraihnya.

Rabu, 02 Juni 2021

Ekspedisi Baduy

 

Tugu Terminal Ciboleger

Pada 21 Mei 2021, saya dan kawan berkesempatan untuk mengunjungi desa atau suku adat yang berada di Lebak, Banten yaitu suku adat Baduy. Kami hanya menjangkau Baduy Luar saja tidak sampai ke Baduy Dalam karena keterbatasan waktu yang kami miliki lantaran salah satu di antara kami harus menuju Bandung lusa harinya. Maka dari itu kami pun bermalam satu hari saja di salah satu rumah warga yang entah bagaimana kebetulan bertemu dengan kami di dalam Elf ketika hendak menuju Terminal Ciboleger yaitu tempat terakhir sebelum ke Baduy (yang selanjutnya akan saya ceritakan).

Kami berangkat dari Sukabumi sekitar pukul 5 pagi. Kami berangkat masing-masing dari rumah sebelum bertemu di depan stasiun Parungkuda. Tidak, kami tidak akan naik kereta. Hanya kebetulan saja tempat kami berjanji memang di sana.

Dari stasiun itu kami menunggu Kolmini jurusan Sukabumi-Bogor di mana tujuan kami adalah menuju terminal Baranangsiang untuk mencari bus menuju Rangkasbitung. Kami berangkat dengan kolmini menuju Bogor sekitar pukul 6.45 pagi saat cuaca masih segar-segarnya. Ongkos kolmini Sukabumi-Bogor yaitu 25 ribu rupiah. Meskipun pada awalnya sang sopir mengamini bahwa dia akan menurunkan kami di terminal Baranangsiang, namun nyatanya tidak. Kami diturunkan di suatu tempat yang saya lupa namanya. Namun sebelum melaju, sopir kolmini itu pun memberitahu kami harus menaiki angkot 01 menuju terminal Baranangsiang. Kami pun mengikuti saran sopir itu dan akhirnya kami tiba di terminal Baranangsiang. Ongkos angkotnya hanya 5 ribu rupiah perorang.

Kami tiba di terminal Baranangsiang sekitar pukul 8 lebih dan di situ sudah ada bus jurusan Bogor-Rangkasbitung sedang mengetem (menunggu penumpang penuh). Rekan saya bertanya pada sopir bus akan berangkat jam berapa, sang sopir pun menjawab pukul setengah 9 akan langsung berangkat. Nyatanya tidak, kami baru berangkat jam setengah 10 lebih. Kebiasaan orang Indonesia.

Singkat cerita, kami tiba di terminal Mandala pukul 1 siang lebih. Ketika di bus tadi, salah satu di antara kami bertanya untuk menuju terminal Aweh harus menaiki apa. Ia menawari dua pilihan yaitu antara menaiki angkot (dua kali) atau ojek pangkalan langsung sampai ke terminal Aweh. Kami pun memilih untuk menaiki ojek untuk mempersingkat waktu. Meskipun kami sudah menawar harga, namun akhirnya kami hanya bisa setuju di harga 20 ribu rupiah menuju terminal Aweh yang langsung diantarkan ke Elf yang hendak berangkat menuju Terminal Ciboleger, tempat terakhir sebelum menuju Baduy.

Kondisi dalam Elf yang cukup kosong
 

Saat di dalam Elf saya bertemu dengan dua pria yang belum saya kenal. Mereka berdua bertanya kepada saya akan ke mana karena kawan saya sedang ke toilet umum. Saya pun menjawab akan ke Ciboleger dan barangtentu mereka akan langsung menebak bahwa saya akan ke Baduy. Saya pun mengamini bahwa tujuan saya memang akan ke Baduy. Salah satu dari mereka pun memperkenalkan diri bahwa ia adalah warga Baduy asli tepatnya di Baduy Luar. Ia pun menawari kami untuk menginap di rumahnya karena kalau akan menyusuri Baduy di waktu itu terlalu kemalaman (Elf baru berangkat sekitar jam setengah 2 dan perjalanan menuju Terminal Ciboleger kurang lebih 2 jam).

Awalnya saya tidak begitu percaya karena takut ditipu dan takut mereka merupakan oknum calo karena beberapa hari lalu ketika saya riset tentang perjalanan ke Baduy dan bertanya pada teman saya yang ada di Banten yang pernah ke Baduy bahwa ketika sampai di Terminal Ciboleger akan ada banyak calo yang berkeliaran mencari mangsa. Kalau saya pikir-pikir karena waktu itu kami masih di dalam Elf tepatnya di Terminal Aweh, saya rasa para calo tidak akan capek-capek mencari mangsa ke tempat yang jauh. Dan ketika saya melihat gelang di tangan mereka dan kain berwarna biru khas Baduy melekat di badannya, saya pun mulai berpikir bahwa mereka adalah warga Baduy asli. Dan juga mereka memang berbicara dengan ramah-tamah sama sekali tidak mencurigakan. Tanpa pikir panjang kami pun menyetujui untuk menginap di rumah akang yang bernama Kang Mista itu. Kebetulan saat itu Kang Mista sedang mengantar kakaknya Kang Arman yang baru saja mengalami musibah.

Meskipun pada awalnya Kang Mista menyebut akan menghabiskan waktu dua jam untuk menuju Terminal Ciboleger, namun sebelum jam 3 sore pun kami sudah sampai. Saat di tengah-tengah perjalanan sebenarnya hujan namun untungnya saat sampai di Terminal Ciboleger sudah reda. Jadinya saya pun aman karena tidak membawa jas hujan dan juga payung (hihihi jangan dituru ya, pokoknya kalian yang mau ke Baduy harus siap-sedia semuanya).

Sesampainya di Terminal Ciboleger saya dan kawan pun diantar langsung oleh Kang Mista ke rumahnya, tepatnya di Desa Kaduketug 3. Di sana kami langsung disambut dengan anak terkecil Kang Mista bernama Anita yang masih berumur dua tahun. Anita adalah gadis kecil yang cantik dan sangat lucu. Mendapati wanita cantik di Baduy mungkin bukan hal yang asing lagi ketika kami menyusuri kampung di Baduy. Setiap melewati rumah, kami mendapati gadis-gadis cantik yang sedang menenun kain khas Baduy.

Kang Mista dan anaknya Anita

Di rumah panggung Kang Mista kami langsung disuguhi makan yang dimasak langsung oleh istri Kang Mista yaitu Ibu Enok. Saat itu kami makan dengan pindang asin (atau apa saya kurang tahu), tempe, lalab-lalaban, sambal, dan beberapa menu lainnya yang langsung mengingatkan saya ke kampung halaman. Di mana makanan-makanan itu seakan melemparkan saya ke masa lalu saat masih rutin makan makanan khas Sunda di tengah-tengah sawah sambil ditemani musik gamelan lewat radio.

Seusai makan, kami pun mulai mengobrol. Saya dan kawan banyak bertanya mengenai kebudayaan Baduy dan aktivitas masyarakat di sana sambil ditemani kopi dan hujan yang menyapa. Di Baduy sendiri mata pencaharian utama masyarakatnya yaitu bertani dan menenun. Kang Mista dan istri pun turut menjual kain tenunan dengan harga mulai dari puluhan ribu hingga ratusan ribu. Mereka pun menjual hasil alam seperti madu. Mereka sudah menjual hingga ke luar pulau seperti ke Toraja.

Di rumah, Kang Mista tinggal bersama istri dan dua anaknya yaitu Anita dan Baénudin. Seperti kampung adat pada umumnya, di Baduy pun tidak memperbolehkan listrik masuk ke dalam rumah. Jadi, kami pun saat bermalam di sana hidup tanpa listrik. Namun sebenarnya pada saat ini sudah banyak masyarakat (khususnya Baduy Luar) yang mempunyai gadget masing-masing untuk keperluan menjual kain tenunan, madu, dan hasil alam lainnya secara online melalui WA termasuk Kang Mista yang rutin menjual kain tenunan, kopi Baduy, dan souvenir lainnya secara online. Tetapi jika ingin mencharger hape, maka Kang Mista harus mencharger ke bawah yaitu ke Terminal Ciboleger dengan tarif dua ribu rupiah per hari.

Malam itu kebetulan di samping rumah Kang Mista beberapa anak di sana sedang belajar gamelan. Semakin malam, masyarakat lain pun mulai berkumpul di rumah tersebut untuk ikut meramaikan suasana. Saat itu, para wanita belajar untuk bernyanyi seperti nyindén. Kegiatan itu berlangsung sampai jam 11 malam lebih. Bagi saya musik gamelan tersebut merupakan penghantar tidur. Seusai kegiatan itu selesai, masyarakat mulai bubar dan beberapa masih stay untuk sekadar mengobrol tentang apa pun yang mana saya tidak mengerti semua obrolan yang dibahas karena Bahasa Sunda khas Baduy yang kurang saya mengerti.

Keesokan harinya Kang Mista mengantar kami untuk menuju Desa Gajebo yang merupakan salah satu tujuan destinasi kami. Sebelum menuju ke sana, kami pun menyantap terlebih dahulu gorengan ditemani kopi dan juga rebus pisang. Setelah itu, barulah kami berangkat sekitar pukul 7 pagi. Butuh kurang lebih satu jam dari rumah Kang Mista menuju Desa Gajebo. Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan pepohonan yang indah namun perjalanannya cukup melelahkan karena melewati tanjakan dan turunan. Kami pun melewati sekitar 3 desa dan seperti biasa di setiap rumah selalu ada gadis-gadis dan ibu-ibu Baduy sedang menenun. Ada juga anak-anak balita yang sedang bermain permainan tradisional.

Jembatan Gajebo beserta sang model

Sesampainya di Desa Gajebo, kami langsung disuguhi pemandangan yang sangat indah yaitu sesuatu yang sebelumnya hanya bisa saya lihat di Youtube. Akhirnya saya dapat melihat langsung jembatan Gajebo yang dibawahnya melintang Sungai Ciujung yang berdasarkan penuturan Kang Mista sungai tersebut mengalir hingga ke Serang, Banten. Kami pun menghabisi waktu di Gajebo untuk mengambil foto.

Setelah puas menikmati keindahan di Desa Gajebo, kami pun memutuskan untuk kembali ke rumah Kang Mista. Di sana kami langsung disuguhi sarapan dengan telur, mi goreng, ikan asin, sambal, dan lalaban. Rasanya nikmat sekali sarapan ditemani udara segar dan berdampingan dengan alam yang masih asri. Setelah itu kami pun beristirahat sejenak untuk kemudian mengepakan barang bawaan karena hari itu kami akan pulang kembali ke Sukabumi. Sebelum itu, kami pun bermain dahulu dengan Anita yang sangat lucu. Dia selalu tersenyum dan malu-malu ketika diajak berfoto.

Santapan pagi hari yang nikmat

Hari itu kami akan pulang bersama Kang Mista, istri, dan Anita. Kebetulan hari itu Anita akan berobat ke dokter karena sakit batuk. Anita pun menyombongkan diri ke tetangga-tetangga lainnya bahwa ia akan jalan-jalan ke Rangkasbitung naik mobil. Kira-kira seperti ini, “Yeee Nita arék jalan-jalan ka Rangkasbitung naéek mobil,” dan ketika ada tetangga yang iseng bertanya boleh ikut atau tidak maka Anita langsung menjawab tidak boleh ikut. Gemas sekali.

Sekitar pukul setengah sebelas siang kami pun berangkat dari rumah Kang Mista menuju Terminal Ciboleger. Sesampainya di Terminal Ciboleger, saya pun menyempatkan mengambil foto di depan tugu Baduy. Sementara itu Kang Mista menuju kantor JNE karena akan mengirim madu ke pelanggannya. Baru pada pukul setengah dua belas siang kami berangkat menggunakan Elf, saya menuju Terminal Mandala dan Kang Mista, istri, bersama Anita turun di klinik anak. Sepanjang perjalanan, Anita tertidur dipangkuan ayahnya. Sebelum pulang, saya dan kawan pun tidak lupa untuk menyisikan sedikit rezeki untuk keluarga Kang Mista terutama untuk Anita yang sedang sakit. Keluarga Kang Mista sudah sangat baik dan welcome kepada kami menampung untuk tidur, makan, berkeliling Baduy, dan belajar banyak hal lainnya. Tidak enak rasanya bila kami tidak memberikan rezeki. Saya pun sempat membeli gelang kayu dan ikat kepala pada Kang Mista. Dan sudah sepatutnya jika kalian yang bermalam di Baduy di salah satu rumah warga sebelum pulang untuk menyisikan uang secukupnya sebagai tanda terima kasih.

Perjalanan pun kami lanjut dari Terminal Mandala menuju Bogor untuk kemudian ke Sukabumi. Kami pulang di hari Sabtu yang mana masih suasana lebaran. Jalanan pun sangat macet di mana banyak wisatawan yang menuju Palabuhan Ratu. Saya baru sampai rumah sekitar jam 9 malam.

Untuk kalian yang ingin jalan-jalan ke Baduy dan berniat untuk bermalam di sana, kalian bisa mengontak saya di email (doerfrans@gmail.com) untuk saya kirim kontak Kang Mista agar bisa bermalam di sana karena kalau tidak ada kenalan di Baduy akan dimanfaatkan oleh calo di sana. Selamat menikmati dan belajar budaya Indonesia.

Sampai jumpa di ekspedisi selanjutnya! Salam Ekspedisi Budaya!