https://www.histats.com/viewstats/?act=1&operation=1002&u=1993123xc1bd05b8b

Senin, 14 Februari 2022

4 Hal yang Bisa Kita Petik saat Naik Bus Ekonomi

 

Sumber gambar : Unsplash

Bus sudah menjadi kendaraan wajib bagi para pelancong atau perantau yang tidak menggunakan kendaraan pribadi. Perjalanan menggunakan bus akan selalu menyenangkan sembari melihat pemandangan indah dari balik jendela bus. Mulai dari hiruk-pikuk masyarakat, areal persawahan sepanjang jalan tol, maupun pemandangan baru di kota tujuan. Dengan ongkos yang cukup terjangkau, kita bisa pergi ke tempat baru dengan mudah.

Di dalam dunia perbus-an, tentunya ada banyak tipe bus. Ada bus ekonomi, bisnis, eksekutif, sampai bus super eksekutif. Tentunya harganya pun berbeda-beda sesuai dengan tipenya. Bus ekonomi juga sebenarnya ada tipenya, ada yang dilengkapi dengan AC adapula bus ekonomi dengan angin sepoy-sepoy alias angin dari jendela (tidak ber-AC). Saya sendiri biasanya selalu naik bus ekonomi yang ber-AC karena lumayan nyaman dan jarang ada pengamen. Namun kalau lagi mau hemat atau buru-buru, biasanya saya pakai yang ekonomi non-AC.

Tapi pernah nggak sih kita memperhatikan dengan khidmat mengenai kehidupan yang ada di dalam bus ekonomi? Maksudnya kita peka terhadap keadaan sekitar, entah itu si penumpang, kondektur, supir, pengamen, sampai penjual makanan asongan. Pernah nggak sih kita belajar dari hal tersebut untuk sekadar mengucap syukur?

Mungkin setidaknya saya sedikit bisa belajar dari pengalaman saya ketika bepergian menggunakan bus ekonomi. Saya di sini ingin berbagi apa yang saya rasakan agar kita bisa sama-sama belajar dalam menghargai hidup dari hal sekecil apa pun.

1. Belajar tabah dari penjual makanan asongan

Saya kalau akan berangkat merantau ke kota untuk berkuliah, biasanya langsung menuju terminal kota. Ketika sudah sampai, saya pun langsung menaiki bus yang sudah siap berangkat. Seperti biasa, sebelum bus berangkat selalu saja ada penjual makanan ringan atau sekadar gorengan untuk mengganjal perut si penumpang.

Kebanyakan dari mereka sudah lanjut usia, bahkan ada juga dari mereka beberapa yang perempuan. Mereka menawarkan dagangannya dengan semangat dan tidak lelah menawarkan dari bangku pertama hingga terakhir. Jika dagangannya cukup laku, biasanya si penjual ini akan memberi reward pada sang sopir sebagai ucapan terima kasihnya karena telah mengizinkannya berjualan.

Namun jika tidak laku, mereka akan berpindah ke bus lain. Dan sesekali saya selalu melihat raut wajah mereka yang cukup kecewa ketika tidak ada yang membeli, namun mereka tetap tabah dan melanjutkan perjuangannya. Anak dan istri sedang menanti di rumah, dagangan mereka harus habis. Debu jalanan tidak menghentikan semangat mereka.

2. Belajar menikmati dan menghargai seni dari sang pengamen

Pengamen di dalam bus mungkin sudah tidak asing lagi. Mulai dari bapak-bapak, dewasa, remaja, sampai anak kecil yang dengan riangnya membawakan lagu. Ada yang beregu, duet, sampai solo alias sendiri. Ada yang bermodalkan gitar, ukulele, atau hanya sekadar tepukan tangan.

Mungkin tidak semua pengamen lihai dalam bernyanyi dan bermain musik, namun setidaknya mereka jauh lebih baik daripada orang yang tukang minta-minta di jalanan. Hanya dengan uang recehan saja mereka bisa senang, apalagi kalau ribuan mereka akan jauh lebih merasa dihormati.

Saya pun sering menikmati lagu-lagu yang dibawakan para pengamen, apalagi kini sudah menjamur para pemuda pengamen bus yang kualitasnya tidak bisa dianggap sebelah mata. Kalau ada pengamen yang menyanyikan lagu Iwan Fals, auto saya kasih bonus berlebih deh buat mereka. Tapi apa pun lagunya, sebisa mungkin kita apresiasi usaha mereka dengan mengasih rezeki berlebih. Kalau pun tidak, berusaha bersikap sopan lah pada mereka, jangan asyik bermain handphone sambil mata terpaku pada layar. Sebab pengamen juga manusia.

3. Memperhatikan penumpang lain

Ketika sedang berada di dalam bus, biasanya saya selalu memperhatikan para penumpang lainnya, siapa tahu ada yang kenal kan. Mulai dari penumpang yang baru pulang kampung dengan membawa kardus andalan, penumpang yang baru pulang kerja dengan muka lusuhnya, penumpang yang hendak pulang setelah menuntut ilmu, sampai penumpang yang membawa buah hati dan kekasih sehidup sematinya.

Pernah seketika saya mendapati kejadian yang cukup menyentuh ketika seorang ibu dan anak yang tidak mempunyai ongkos. Sebelumnya dia diturunkan oleh bus yang lain karena hal serupa. Dan kini ia terancam diusir kembali sebelum salah seorang membelanya. Saya dan mungkin sebagian yang lain mungkin menganggap penumpang ini hanyalah tukang penipu yang ingin gratisan dengan tampilan ala kadarnya. Namun apa pun itu semua, setidaknya kita harus peka terhadap keadaan sekitar.

Dia mungkin berlaku seperti itu karena menjalani hidup yang keras penuh beban. Tidak ada yang mengasihaninya untuk sekedar berlindung pada orang lain. Terkadang kita mungkin selalu dipenuhi dengan prasangka buruk karena hanya menganggap diri kita ini lebih baik.

4. Mendengarkan percakapan antara sang sopir dengan keluarga di rumah

Mungkin tidak semua penumpang bisa melakukan ini semua. Hanya penumpang yang berada di bangku depan-depan saja yang bisa mendengarkan celotehan si supir dengan kondekturnya atau dengan orang terkasih melalui hape bututnya. Eh tapi sekarang para supir bus hapenya udah pada canggih sih, saya aja kalah.

Meskipun menelepon sambil mengemudi adalah hal yang salah, tapi setidaknya saya bisa sesekali mendengar percakapan sang sopir dengan keluarganya. Beberapa waktu yang lalu sebelum pandemi ini menyerang, saya pernah mendengarkan percakapan antara sang sopir dengan anak dan istrinya di rumah.

Kebetulan saat itu saya duduk di bangku paling depan belakang sopir. Di situ doi terlihat amat senang ditelepon oleh istrinya, dan anaknya pun menyahut. Sang anak meminta pada sang ayah dibelikan sepeda karena teman-temannya memiliki sepeda. Si sopir pun mengiyakan permintaan anaknya tersebut, kata doi nanti kalau sudah ada uangnya pasti dibelikan. Doi pun mengganti topik dengan menanyakan anaknya sudah makan atau belum.

Sederhana namun sangat menyentuh. Entah hanya saya saja yang mendengarkan atau penumpang di sebelah saya pun mendengarkan juga. Di situ saya bisa belajar mengenai arti hidup yang lebih luas. Rasa syukur itu harus selalu kita panjatkan setiap saat. Apa pun yang terjadi.

Belajar mengenai arti hidup itu tidak mesti harus melalui kehidupan diri sendiri, belajar hidup itu bisa dari mana saja, termasuk belajar arti hidup dari kehidupan orang lain—sekali pun itu melalui bus ekonomi. Terkadang lingkungan sekitar kita yang sering kita abaikan mampu memberikan pelajaran yang amat berharga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar